๐Ÿ 

Mengampuni Bukan Berarti Melupakan: Bagaimana Mengampuni Tanpa Menyangkal Luka

Mengampuni Bukan Berarti Melupakan: Bagaimana Mengampuni Tanpa Menyangkal Luka

Salah satu perintah Tuhan yang paling sulit untuk ditaati adalah mengampuni mereka yang telah menyakiti kita. Tidak sedikit orang Kristen bergumul dengan hal ini, bukan karena tidak mau taat, tapi karena lukanya terlalu dalam. Apalagi jika pelakunya adalah orang dekat, keluarga, atau sahabat sendiri.

Seringkali kita berpikir bahwa mengampuni berarti melupakan semuanya, meniadakan rasa sakit, dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Tapi benarkah itu maksud Tuhan?

Renungan hari ini mengajak kita memahami bahwa mengampuni tidak sama dengan melupakan, tetapi membebaskan diri dari kuasa luka.

Mengampuni Adalah Keputusan, Bukan Perasaan

Yesus sangat tegas mengenai pengampunan. Dalam Matius 6:14-15 dikatakan:

โ€œKarena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.โ€

Perintah ini tidak diberikan dengan syarat “jika kamu sudah tidak sakit hati lagi” atau “kalau pelaku sudah meminta maaf”. Tuhan memanggil kita untuk memilih mengampuni, bahkan sebelum perasaan kita sembuh total.

Artinya, mengampuni bukan soal emosi, tetapi keputusan sadar untuk menyerahkan luka kepada Tuhan, dan tidak membiarkan kepahitan menguasai hidup.

Mengampuni Tidak Menghapus Ingatan, Tapi Mengubah Respon

Ada kalimat populer yang berkata, “Forgive and forget.” Sayangnya, itu tidak alkitabiah. Tuhan sendiri tidak “lupa”, tetapi Ia memilih untuk tidak menghitung dosa kita lagi (Ibrani 8:12). Dalam pengampunan, kita tidak dipaksa melupakan kejadian, tetapi diajar untuk tidak lagi mengikat orang tersebut dengan rasa benci dan keinginan balas dendam.

Roma 12:19 berkata:

โ€œSaudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah…โ€

Saat kita memilih untuk tidak membalas, bukan berarti kita lemah. Justru di situlah kita membuktikan kekuatan iman dan ketaatan kepada Tuhan yang adil.

Mengampuni Melepaskan Kita dari Perangkap Kepahitan

Tidak mengampuni bukan menyiksa orang lain, tetapi menyiksa diri sendiri. Kepahitan bisa merusak jiwa, mengganggu relasi, bahkan merusak tubuh. Ibrani 12:15 memberi peringatan:

โ€œJagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.โ€

Ketika kita menyimpan dendam, kita kehilangan damai. Tapi ketika kita mengampuni, kita memberi ruang bagi Tuhan untuk menyembuhkan hati yang terluka.

Penutup: Mengampuni Itu Proses, Tapi Harus Dimulai

Mengampuni tidak selalu instan. Bisa butuh waktu, air mata, dan perjuangan. Tapi Tuhan selalu siap menolong setiap orang yang mau memulai langkah pertama.

Pengampunan adalah jembatan antara luka masa lalu dan pemulihan masa depan. Dan jembatan itu tidak dibangun dengan logika, tapi dengan kasih dan iman.

Jika hari ini kamu bergumul untuk mengampuni, mulailah dengan doa sederhana: โ€œTuhan, aku belum sanggup, tapi aku mau belajar taat. Ajari aku mengampuni seperti Engkau mengampuni aku.โ€

โ€œHendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.โ€ (Efesus 4:32)


๐ŸŒž
โ†‘
© 2025 KebenaranHidup.com  | Project Kristus
Kebijakan Privasi