Kita semua pasti pernah bertanya dalam hati: “Kalau Tuhan itu baik dan mahakuasa, kenapa Dia membiarkan kejahatan terjadi?” Entah itu saat melihat berita kejahatan yang mengerikan, mengalami kehilangan yang menyakitkan, atau ketika tidak ada keadilan bagi korban yang menderita. Pertanyaan ini sangat manusiawi dan nyata. Namun, alkitab memberi kita gambaran yang jujur, kompleks, dan penuh harapan tentang hal ini.
1. Dunia Ini Tidak Seperti Awalnya Diciptakan
Sebelum bicara soal kejahatan, kita perlu memahami satu hal: dunia saat ini bukan seperti yang Tuhan maksudkan saat menciptakannya. Awalnya, dunia itu baik dan sempurna.
“Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” (Kejadian 1:31)
Tidak ada kematian, tidak ada penderitaan, tidak ada dosa. Namun, ketika manusia memilih untuk memberontak terhadap Allah melalui kejatuhan Adam dan Hawa, kejahatan masuk ke dunia dan merusak tatanan yang indah itu (Kejadian 3). Kejahatan bukan berasal dari Tuhan, melainkan akibat dari kebebasan manusia yang menyimpang dari kehendak-Nya.
2. Tuhan Memberi Kebebasan, dan Kebebasan Itu Bisa Disalahgunakan
Salah satu anugerah terbesar yang Tuhan berikan kepada manusia adalah kebebasan memilih. Tapi kebebasan ini membawa konsekuensi. Kita bisa memilih untuk mengasihi, tapi juga bisa memilih untuk menyakiti.
“Lihat, Aku menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan kecelakaan.” (Ulangan 30:15)
Kejahatan ada bukan karena Tuhan tidak peduli, tapi karena Ia tidak menciptakan manusia sebagai robot yang hanya bisa taat secara otomatis. Tuhan menghendaki kasih yang tulus dan pilihan yang datang dari hati, bukan keterpaksaan. Sayangnya, dalam dunia berdosa, kebebasan itu sering dipakai untuk hal yang salah.
3. Tuhan Bisa Memakai Kejahatan untuk Kebaikan yang Lebih Besar
Ini bukan berarti Tuhan menyukai kejahatan. Sama sekali tidak. Namun, dalam kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas, Tuhan sering kali menenun kisah hidup yang kelam menjadi sesuatu yang memuliakan-Nya dan memulihkan kita.
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.” (Roma 8:28)
Contoh paling nyata adalah salib. Kematian Yesus Kristus adalah tindakan kejahatan paling besar yang pernah terjadi: orang yang tak bersalah disalibkan. Tapi dari salib itulah lahir keselamatan bagi seluruh umat manusia.
4. Tuhan Tidak Diam: Dia Turun Menyelamatkan
Tuhan bukan Allah yang duduk pasif menonton penderitaan manusia. Ia justru turun langsung ke dunia dalam rupa manusia, Yesus Kristus, untuk mengalami penderitaan itu sendiri. Dia tahu rasanya disakiti, dikhianati, bahkan dibunuh.
“Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan.” (Yesaya 53:3)
Artinya, saat kita mengalami kejahatan, kita tidak sendirian. Kita punya Tuhan yang mengerti, yang pernah berdiri di tempat yang gelap itu, dan yang sanggup menopang kita melewatinya.
5. Akan Ada Saatnya Kejahatan Dihancurkan Sepenuhnya
Salah satu janji terbesar dalam iman Kristen adalah: kejahatan tidak akan menang selamanya. Akan ada hari penghakiman, di mana semua yang jahat akan diadili dan semua air mata akan dihapus.
“Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi.” (Wahyu 21:4)
Jadi, jika kamu merasa hari ini bahwa kejahatan seperti menang dan Tuhan diam saja, ingatlah: cerita ini belum selesai. Tuhan belum selesai bekerja.
Penutup: Di Tengah Kejahatan, Tuhan Tetap Hadir
Mengapa Tuhan membiarkan kejahatan terjadi? Karena dunia telah jatuh, karena manusia punya kebebasan, dan karena melalui penderitaan pun Tuhan masih bekerja. Ia tidak selalu menghindarkan kita dari luka, tapi Dia selalu hadir dalam luka itu. Bagi kamu yang sedang bertanya atau terluka, peluklah kebenaran ini: Tuhan tidak jauh. Ia dekat, menangis bersama kita, dan sedang memulihkan dunia dengan cara yang seringkali tidak kita pahami sekarang, tapi akan kita syukuri kelak.
“TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mazmur 34:19)