Ada hari-hari ketika secara rasional kita tahu Tuhan itu baik, tapi hati terasa dingin. Kita tahu janji-Nya setia, tapi batin sedang lelah. Kita tahu doa itu penting, tapi mulut enggan berbicara. Di titik inilah banyak orang Kristen merasa bersalah, seolah-olah kehilangan iman. Padahal sebenarnya, bukan iman yang hilang, melainkan perasaan yang sedang tidak sinkron.
Renungan ini mengajak kita menyadari bahwa iman bukanlah soal perasaan yang naik turun, tetapi keputusan untuk tetap percaya, bahkan ketika emosi kita sedang dalam badai.
Iman Bukan Selalu Perasaan Tenang
Perasaan sangat mudah berubah. Kita bisa semangat saat pagi, tapi tiba-tiba merasa tertekan di sore hari. Namun, Tuhan tidak pernah meminta kita untuk mengikuti perasaan, melainkan untuk berpegang teguh pada Firman-Nya.
Dalam 2 Korintus 5:7 tertulis:
βSebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat.β
Percaya bukan berarti selalu merasa baik-baik saja. Percaya berarti memilih tetap melangkah, walaupun hati sedang tidak menentu.
Mazmur Penuh Tangisan, Tapi Juga Penuh Iman
Banyak orang mengira bahwa iman yang kuat berarti tidak pernah goyah. Padahal, lihatlah kitab Mazmur. Daud, seorang yang dekat dengan hati Tuhan, sering menuliskan perasaannya yang kacau. Dalam Mazmur 42:6, ia menulis:
βMengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah!β
Daud tidak menunggu perasaannya membaik untuk percaya. Ia justru berkata kepada jiwanya untuk tetap berharap kepada Tuhan. Ia melatih dirinya untuk berdiri di atas kebenaran, bukan di atas gelombang perasaan.
Jangan Membuat Keputusan dari Suasana Hati yang Kacau
Salah satu bahaya ketika emosi tidak stabil adalah tergoda untuk mengambil keputusan besar. Misalnya menyerah, menjauh dari gereja, berhenti berdoa, atau mengisolasi diri.
Amsal 4:23 memberi peringatan penting:
βJagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.β
Perasaan boleh datang dan pergi, tapi jangan jadikan mereka fondasi. Bangun keputusan kita di atas Firman yang tidak berubah.
Firman Tuhan Menjadi Penopang Saat Hati Tidak Bisa Diandalkan
Ketika emosi tidak bisa dipercaya, Firman Tuhan menjadi jangkar yang stabil. Iman bertumbuh bukan dari perasaan yang menyenangkan, tapi dari merenungkan kebenaran setiap hari.
Roma 10:17 berkata:
βJadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.β
Jangan menunggu hati terasa “lebih baik” baru kembali ke Firman. Justru datanglah ke Firman agar hati dipulihkan perlahan.
Penutup: Iman Bukan Tidak Pernah Ragu, Tapi Selalu Kembali
Setiap orang beriman pasti pernah melalui masa kekeringan. Tapi perbedaannya bukan pada apakah kita goyah atau tidak, melainkan apakah kita mau kembali dan tetap percaya meski tak merasakan apa-apa.
Jika kamu sedang dalam masa hati yang kosong, jangan merasa gagal. Kamu tidak sendirian. Tuhan tetap bersamamu, bahkan ketika kamu tidak merasakannya.
βKarena Ia sendiri telah berfirman: Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.β (Ibrani 13:5)